Sunday, December 28, 2008

SELMA

SELMA merupakan kependekan dari Statics Estimation for Long and Medium wavelength Anomalies atau "Koreksi Statik untuk Anomali dengan Panjang Gelombang Besar dan Menengah"

Seperti yang kita ketahui, koreksi statik 'konvensional' biasanya digunakan untuk mengkoreksi perbedaan waktu tempuh gelombang seismik karena perbedaan posisi sumber dan penerima akibat topografi permukaan pada data seismik yang direkam di darat.

Untuk data seismik yang direkam di laut, karena posisi sumber dan penerimanya berada pada suatu kedalaman tertentu dari permukaan laut, maka koreksi statik di laut menjadi relatif lebih mudah karena prosesnya hanya berupa pergeseran waktu konstan sesuai kedalaman sumber dan penerima dari permukaan laut.

Pada beberapa kasus, misalnya pada daerah permafrost atau pun daerah yang banyak terdapat shallow gas pockets, dapat terjadi perbedaan waktu tempuh gelombang seismik akibat anomali kecepatan dari keadaan geologi tersebut.

Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 1 di bawah ini yang menggambarkan suatu medium bawah permukaan dengan kecepatan medium konstan yakni 2000m/s. Sumber seismik berada pada kedalaman 10 meter dari permukaan dan serangkaian penerima berada di permukaan dengan jarak antar penerima 40 meter dan near-offset (jarak dari sumber ke penerima terdekat) 80 meter.

Gambar 1. Konfigurasi sumber seismik (bintang merah) dan rangkaian penerima gelombang seismik (segitiga biru) pada medium dengan kecepatan konstan 2000m/s.

Gambar 2 di bawah ini menunjukkan bagaimana perjalanan sinar gelombang seismik pada medium tersebut (panel atas). Terlihat bahwa tidak ada anomali pada kurva waktu tempuh gelombang seismik (panel bawah), di mana kurva waktu tempuhnya berbentuk hiperbolik akibat konfigurasi sumber dan penerima.

Gambar 2. Sinar gelombang seismik pada medium di Gambar 1 (panel atas) dan kurva waktu tempuhnya (panel bawah).

Selanjutnya bayangkan seandainya medium yang sama seperti Gambar 1 tetapi memiliki anomali slow-velocity seperti terlihat di Gambar 3. Sinar gelombang seismik untuk Gambar 3 terlihat di Gambar 4 (panel atas). Terlihat bahwa kurva waktu tempuhnya kini memiliki semacam diskontinuitas untuk penerima yang sinarnya melalui anomali dan yang tidak (panel bawah).

Seandainya kita melakukan koreksi NMO dan partial stacking antara near-offset dan far-offset, maka dapat kita hitung berapa besar koreksi pergeseran waktu yang diperlukan untuk mengoreksi perbedaan waktu tempuh ini berdasarkan prinsip kroskorelasi. Ini adalah prinsip dari koreksi statik untuk anomali dengan panjang gelombang besar dan menengah. Di WesternGeco, metode ini dikenal dengan istilah SELMA (Statics Estimation for Long and Medium wavelength Anomalies).

Gambar 3. Sama seperti gambar, tapi dengan anomali slow-velocity pada kedalaman 200m dengan ketebalan 100m dan panjang 280m.

Gambar 5 menunjukkan suatu contoh shot record dari data seismik laut di Indonesia yang memiliki shallow gas pockets. Terlihat bahwa pada shot gather ini terdapat diskontinuitas yang mirip dengan pemodelan yang kita buat. Hal ini menandakan bahwa pada daerah ini kemungkinan terdapat shallow velocity anomaly seperti pada model yang kita buat.

Gambar 4. Sinar gelombang seismik untuk model pada Gambar 3 (panel atas) dan kurva waktu tempuhnya (panel bawah).



Gambar 5. Contoh shot record dari salah satu data seismik laut di Indonesia. Terlihat anomali yang mirip dengan model di atas.

Perbedaan selisih waktu antara near-offset dengan far-offset stack dapat digunakan untuk memperkirakan berapa besar koreksi statik yang diperlukan untuk mengoreksi perbedaan waktu tempuh ini. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah melalui analisa kroskorelasi antara near-offset stack dengan far-offset stack. Gambar 6 menunjukkan kroskorelasi antara near-offset stack dengan far-offset stack untuk daerah yang memiliki anomali. Idealnya, kroskorelasi ini merupakan garis lurus karena tidak ada perbedaan waktu tempuh antara near dan far-offset stack setelah koreksi nmo. Namun, karena ada perbedaan waktu tempuh akibat shallow velocity anomaly, maka kroskorelasinya berundulasi sesuai besarnya selisih waktu tempuh antara near dan far-offset stack. Terlihat bahwa kroskorelasi ini memiliki panjang gelombang besar hingga menengah sehingga disebut anomali statik dengan panjang gelombang besar dan menengah. Gambar 7 menunjukkan kroskorelasi seperti Gambar 6, namun setelah dilakukan koreksi statik. Terlihat bahwa perbedaan waktu tempuh antara near dan far-offset stack telah dapat dikoreksi dengan cukup baik.

Gambar 6. Kroskorelasi antara near dengan far-offset stack untuk daerah yang memiliki anomali.

Gambar 7. Kroskorelasi antara near dengan far-offset stack setelah koreksi statik. Terlihat bahwa perbedaan waktu tempuh telah dapat dikoreksi dengan cukup baik.

Gambar 8. CMP gathers sebelum koreksi statik. Terlihat event yang tidak flat akibat efek statik (elips).

Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan CMP gathers sebelum dan setelah koreksi statik. Terlihat bahwa event pada CMP gather yang tadinya tidak flat akibat adanya anomali kini menjadi flat setelah dilakukan koreksi statik.

Gambar 9. CMP gathers setelah koreksi statik. Terlihat event sekarang menjadi flat setelah koreksi statik (elips).

Teks dan gambar-gambar untuk topik SELMA ini merupakan kontribusi dan courtesy Befriko Murdianto , Chevron Indonesia Company (befriko@gmail.com)

No comments: